Sabtu, 02 April 2011

Diie daa duu: Tahapan Yakin

Diie daa duu: Tahapan Yakin: "Cahaya yang tersimpan di dalam hati, datang dari cahaya yang langsung dari khazanah-khazanah kegaiban. Cahaya yang memancar dari panca inde..."

Tahapan Yakin


Cahaya yang tersimpan di dalam hati, datang dari cahaya yang langsung dari khazanah-khazanah kegaiban. Cahaya yang memancar dari panca inderamu berasal dari ciptaan Allah. Dan cahaya yang memancar dari hatimu berasal dari sifat-sifat Allah." (Ibnu Atha'illah)

Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Seorang hamba yang yakin akan pertolongan Allah, maka dengan sangat meyakinkan Allah pasti akan menolongnya. Seorang hamba yang yakin doanya akan dikabulkan, maka Allah akan mengabulkan doa-doa tersebut lebih dari yang kita minta.

Dari sini kita layak merenung, mengapa kita banyak kecewa dan tidak puas dalam hidup? Boleh jadi kita lebih yakin akan kemampuan diri serta pertolongan makhluk, daripada pertolongan Allah. Sungguh manusia itu sangat lemah. Ia sama sekali tidak kuasa mengatur dirinya sendiri, tidak tahu apa akan terjadi esok, serta berjuta kelemahan lainnya. Sungguh naif jika kita terlalu mengandalkan diri yang serba terbatas dengan melupakan Allah Yang Maha Segala-galanya. Maka, keyakinan yang bulat kepada-Nya menjadi jaminan kebahagiaan hidup kita.

Setidaknya ada tiga tahap yang harus kita tempuh usaha meningkatkan kualitas keyakinan:
Pertama, 'ilmul yaqin.. yaitu  meyakini segala sesuatu berdasarkan ilmu atau pengetahuan. Misal, di Mekah ada Kabah. Kita percaya karena teorinya bicara seperti itu.
Di sinilah pentingnya belajar dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Sebab, semakin luas pengetahuan kita tentang sesuatu, khususnya tentang Dzat Allah Azza wa Jalla, seakan kita memiliki bekal untuk berjalan mendekat kepada-Nya.

Kedua, 'ainul yaqin.. yaitu keyakinan yang timbul karena kita telah melihatnya dengan mata kepala sendiri. Orang yang telah menunaikan ibadah haji sangat yakin bahwa Kabah itu memang ada di Mekah karena ia telah melihatnya. Keyakinan karena melihat, akan lebih kuat dibandingkan keyakinan karena ilmu.

Ketiga adalah haqqul yaqin. Orang yang telah haqqul yakin akan memiliki keyakinan yang dalam dan terbukti kebenarannya. Orang yang telah merasakan nikmatnya thawaf, berdoa di Multazam, merasakan ijabahnya doa, keyakinan akan jauh lebih mendalam. Inilah tingkat keyakinan tertinggi yang akan sulit diruntuhkan dan dicabut dari hati orang yang memilikinya. Cara meningkatkan kualitas keyakinan diri, sejatinya harus melalui proses dan tahapan-tahapan, mulai dari 'ilmul yaqin, 'ainul yaqin, hingga haqqul yakin.

Saudaraku, sesungguhnya semua yang ada adalah milik Allah. Sungguh rugi orang-orang yang hatinya bergantung kepada selain Allah. Yakinlah, bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Mengatur segalanya. Sungguh sayang jika kita mengatakan bahwa Allah Mahakaya, namun kita takut tidak mendapatkan rezeki. Kita tahu bahwa Allah Maha Menentukan segala sesuatu, Dia menciptakan manusia berpasang-pasangan, namun kita sering risau tidak mendapatkan pasangan hidup. Bila demikian, kita masih berada dalam tingkat 'ainul yaqin dan belum sampai ke tingkat haqqul yaqin.

Mengapa ada orang yang keluar (murtad) dari Islam? Sebabnya, keyakinan yang dimilikinya baru sebatas 'ilmul yaqin; sebatas tahu bahwa Islam itu baik, namun ia belum merasakan bagaimana indahnya Islam. Saudaraku, keyakinan yang hanya sebatas ilmu belum cukup membuat kita istikamah. Keyakinan kita harus benar-benar meresap ke dalam sanubari.

Cahaya keyakinan yang tersimpan di dalam hati ternyata datang dari khazanah kegaiban Allah Azza wa Jalla. Alam semesta ini terang benderang karena cahaya dari benda-benda langit yang diciptakan-Nya. Sedangkan cahaya yang menerangi hati manusia berasal dari cahaya Ilahi.

Ibnu Atha'illah mengungkapkan, "Cahaya yang tersimpan di dalam hati, datang dari cahaya yang langsung dari khazanah-khazanah kegaiban. Cahaya yang memancar dari panca inderamu berasal dari ciptaan Allah. Dan cahaya yang memancar dari hatimu berasal dari sifat-sifat Allah."

Dengan demikian, keterbukaan hati dalam menerima cahaya inilah yang harus selalu kita jaga. Bagaimana agar hati kita terbuka? Berusahalah untuk meneliti dan mengenali aneka hikmah di balik setiap kejadian. Jangan hanya melihat setiap kejadian dengan mata lahir saja, tapi gunakan mata hati kita. Namun, mata hati hanya akan berfungsi jika ia bersih dari noda dosa dan maksiat. Hati yang kotor sangat sulit menangkap sinyal-sinyal Ilahi. Mirip kaca. Ia tidak bisa memantulkan cahaya, tidak bisa merefleksikan sebuah objek jika penuh karatan. Syaratnya, ia harus bersih. Hati akan bersih jika kita merawatnya. Wallaahu a'lam
.



Rabu, 30 Maret 2011

Diie da duu: Jangan Menuntut Upah

Diie da duu: Jangan Menuntut Upah: "Ada ungkapan menarik dari Ibnu Atha'ilah dalam kitab Hikam, Apabila engkau menuntut pahala untuk sesuatu amal perbuatan, pasti engkau juga ..."

Jangan Menuntut Upah


Ada ungkapan menarik dari Ibnu Atha'ilah dalam kitab Hikam, Apabila engkau menuntut pahala untuk sesuatu amal perbuatan, pasti engkau juga akan dituntut kesempurnaan dan keikhlasanmu dalam perbuatan itu. Dan bagi seorang yang belum merasa sempurna, harus merasa puas jika ia telah selamat dari tuntutan.

Saudaraku, seringkali kita menuntut dan berharap kepada Allah untuk mengabulkan segala permintaan kita. Andaikata kita menuntut upah kepada Allah dari amal kebaikan kita, maka Allah pun akan menuntut kesempurnaan dan keikhlasan dari amal-amal kita. Bila demikian, sanggupkah kita memenuhi tuntutan tersebut? Sungguh berat untuk kita lakukan.

Maka, daripada menuntut Allah memberikan upah dan pahala, lebih baik kita menuntut diri menyempurnakan amal-amal yang kita lakukan. Insya Allah ketika kita bersungguh-sungguh melakukan yang terbaik untuk Allah, maka Allah pun akan memberikan upah terbaik pula bagi kita, tanpa diminta. Jumlahnya pun lebih banyak dari yang kita minta. Sebab, barangsiapa yang bersungguh-sungguh kepada Allah, maka Allah pun akan lebih bersungguh-sungguh kepadanya.

Sebenarnya, diterimanya amal yang kita lakukan saja, sudah merupakan keberuntungan yang teramat besar, walau tanpa disertai upah. Ibnu Atha'ilah menegaskan kembali, Jangan menuntut upah terhadap amal perbuatan yang kau sendiri tidak ikut berbuat, cukup besar balasan (upah) Allah bagimu, jika Allah menerima amal itu.

Di sinilah terjadi perubahan paradigma berpikir. Kebahagiaan kita bukan lagi dari menerima hasil, kebahagiaan kita terletak pada proses menjalankan amal dengan cara terbaik. Maka, daripada sibuk memikirkan pahala shalat, lebih baik kita memikirkan bagaimana agar shalat kita bisa khusyuk, tepat waktu, berjamaah di masjid, dan berada pad shaf terdepan. Daripada memikirkan limpahan rezeki buah dari sedekah, lebih baik kita berpikir bagaimana kita bisa ikhlas bersedekah dan memberikan barang terbaik. Daripada memikirkan dapat memasuki pintu Ar Rayyan di surga, lebih baik kita berpikir dan berusaha melakukan shaum terbaik. Sehingga tidak hanya menahan lapar dan haus saja, tapi juga menahan pancaindra, hati dan pikiran dari yang diharamkan Allah. Demikian seterusnya.

Bila tahapan ini berhasil kita lalui, di mana terjadi pergeseran paradigma berpikir, maka kita akan mendapatkan anugerah berikutnya, yaitu kebahagiaan dan rasa syukur karena Allah masih memberikan kesempatan bagi kita untuk beramal. Difirmankan dalam QS Ash Shaaffaat [37] ayat 96, Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu. Ibrahim Al Laqqany menguatkan, Dan Allah-lah yang menjadikan hamba dan segala perbuatannya. Dia pula yang memberikan taufik untuk siapa yang akan sampai (mendekat) kepada-Nya.

Saudaraku, Allah Maha Pengasih kepada hamba-hamba-Nya. Dia akan mencurahkan rahmat dan kemuliaan kepada mereka yang ikhlas dijalan-Nya. Ketika kita bersyukur atas kesempatan yang Allah berikan, dan kita memandang kecil (sekecil-kecilnya) amal tersebut, saat itu pula Allah akan membesarkan amal-amal kita dan memuliakan kita di hadapan makhluk. Salah satunya, Jika Allah akan menunjukkan karunia-Nya kepadamu, maka ia akan menjadikan dan menamakan amal kebaikan itu perbuatanmu.

Misal, Allah memampukan kita bersedekah, kemudian orang-orang menganggap kita ahli sedekah. Padahal tanpa izin dan karunia Allah, proses sedekah tidak akan pernah terjadi. Karena kasih sayang-Nya, kita dipandang baik orang lain. Aib-aib kita pun Allah sembunyikan dari pandangan mereka. Begitulah, Allah yang berbuat, kita yang disebut! Wallahu a'lam.


Selasa, 29 Maret 2011

Diie da duu: Kisah Sepeda Motor Ku

Diie da duu: Kisah Sepeda Motor Ku: "Senin, Jakarta 29 Maret 2010Berangkat kerja dari kost diSimpruk Senayan menggunakan sepeda mtor matic Honda Beat ku, ketika hampir sampai d..."

Kisah Sepeda Motor Ku


Senin, Jakarta 29 Maret 2010

Berangkat kerja dari kost diSimpruk Senayan menggunakan sepeda mtor matic Honda Beat ku, ketika hampir sampai ditujuan (Wisma Bumputera) kendaraan ku ditabrak sebuah mobil Toyota Kijang Inova degan nomor polisi B.8581.CK didaerah Setia Budi pada pukul 13.30 WIB, alhasil spakbor depan motorku rusak. 

Sipengemudi mengakui kesalahannya akan tetapi tidak disertai dengan tanggung jawab dia megajaku untuk menggantinya separuh-separuh seraya memberiku uang sebesar Rp.20.000 dengan alasan tidak mempunyai uang lagi, tapi aku menaolaknya karena uang sebesar itu aku rasa tidak tuk untuk menggantinya, lalu ia ngotot untuk memberiku sebesar itu lalu ingn lepas tanggung jawab. 

Lalu aku bilang pada sipengemudi untuk memberi jaminan tapi ia menolak seakan-akan ingin lari dari tanggung jawab, emosiku pun sudah tidak dapat terbendung lagi aku tarik orang itu lalu aku daratkan bogem mentah kewajahnya, polisipun dating untuk melerai dan menyatakan kalau driver itu yang salah. Akhirnya aku disarankan untuk berbicara pada bosnya yang masih berada didalam mobil, ternyata orang itu tidak biasa berbahasa Indonesia atau pun inggris, akan tetapi ia mengerti apa yang aku maksud. Lalu ia menambahkan nominal untuk mengganti kerusakan atas kendaraan ku. 

Akhirnya dengan tidak ikhlas aku terima uang itu, lalu aku segera menganti kerusakan kendaraan ku kebengkel didaerah pasar minggu. Tapi aku tidak mendapatkan warna yang sama untuk sepakbor motor ku, dengan berat hati aku tetap membelinya walaupun berbeda warna.